Segenap Manajemen dan Staff Geraidesain mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 H Minal Aidin Wal Faidzin Taqabalallahu minnaa wa minkum 1432 H.

Selasa, 29 Juni 2010

Koran (Surat Kabar) djadoel yang terbit di Indonesia pada masa Hindia Belanda (Nederlandsch Indie) Soerat Kabar Bahasa Melaijoe th.1856















Koran (Surat Kabar) djadoel yang terbit di Indonesia,
pada masa Hindia Belanda
(Nederlandsch Indie),
Soerat Kabar Bahasa Melaijoe th.1856.

Edisi dari 12 Januari th.1856 s/d 31 Mei th.1856.
Terbit mingguan (weekblad), jumlah semuanya ada 21 Edisi.
Silahkan lihat beberapa ilustrasi gambar diatas.

Untuk melihat gambar yang lebih besar/jelas,
click pada gambar yang akan di lihat.

Di kalangan etnis Tionghoa dja-doel (djaman doeloe),
ternyata bahasa Melayu sudah luas dipakai.
Berbagai karya sastra pengarang etnis Tionghoa pada akhir abad ke-19
sudah banyak yang memakai bahasa Indonesia.

Sejak hilangnya huruf Arab dan aksara Jawi (huruf Arab gundul)
digantikan oleh huruf Latin pada pertengahan abad ke-19,
etnis Tionghoa di Indonesia justru menjadi pendahulu dalam penggunaan
bahasa Melayu. Beberapa buku cerita berbahasa Melayu karangan
para penulis Tionghoa mulai bermunculan.

Demikian pula suratkabar berbahasa Melayu mulai dicetak
di percetakan-percetakan yang hampir semuanya milik etnis Tionghoa,
antara lain Soerat Kabar Bahasa Melaijoe (1856),
Soerat Chabar Betawi (1858), dan Bintang Soerabaja (1860).

Kesusastraan Melayu dan suratkabar dalam bahasa Melayu
semakin mekar pada awal abad ke-20.
Buku-buku cerita silat Tionghoa dalam bahasa Melayu
yang diterbitkan langsung laris manis.
Tetapi banyak pula cerita roman yang ditulis sastrawan Tionghoa
dengan nuansa lokal, seperti Boenga Roos dari Tjikembang,
Dengen Doea Cent Djadi Kaja, Tjarita Njai Soemirah, Tjerita Tjan Yoe Hok
atawa Satoe Badjingan Millioenair, dan banyak lagi.

Pada waktu itu di Oud Batavia (Betawi kuno) dan diseluruh Jawa
orang-orang Tionghoa sudah banyak yang sukses dalam perdagangan,
baik dalam bidang industri seperti pabrik gula, penggilingan beras,
pabrik arak, kantor-kantor perdagangan, percetakan dan sebagainya.
Pemerintah VOC dan kemudian Belanda pendapatannya sangat tergantung
dari pajak-pajak yang dibayar oleh orang-orang Tionghoa.

Dalam penghidupan mereka merasakan kekurangan untuk mendapatkan
news, kabar-kabar dalam dan luar negeri, terutama berita-berita
dari tanah leluhurnya di Tiongkok.
Karena percetakan-percetakan yang ada di Jawa kepunyaan orang-orang Tionghoa,
maka mudah bagi etnis ini untuk menerbitkan koran berbahasa Melajoe
yaitu Soerat Kabar Bahasa Melaijoe (1856),
Soerat Chabar Betawi (1858), dan Bintang Soerabaja (1860).

Dengan jalannya tahun, berkembanglah penerbitan
koran koran Melajoe-Tionghoa diseluruh kepulauan Indonesia.
Bahasanya yang dipakai itu waktu adalah bahasa Melajoe Betawi.

Tanggal 1 Januari 1876 merupakan terbitan perdana Slompret Melaijoe
yang dikatakan terbit perdana pada permulaan tahun 1876.
Surat kabar di luar daerah ada yang terbit lebih dulu di Surabaya
dan 20 tahun lebih tua, yakni Soerat Kabar Bahasa Melaijoe
yang diterbitkan oleh E. Fuhri pada 12 Januari 1856.
###

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More